Monday, June 5, 2017

Masa Depan Indonesia

Dalam keadaan normal, anak adalah buah cinta dari dua insan manusia yang saling mencintai. Keberadaan anak adalah jalan yang disiapkan oleh Sang Pencipta sebagai cara agar manusia bisa bertambah banyak dan tentu saja tidak punah.

Namun kita dapat melihat, bahwa kecenderungan manusia modern sebagai generasi manusia yang penuh persiapan dan penuh pemikiran sebagai dari akibat mahalnya kehidupan manusia modern, mulai enggan untuk mempunyai anak atau keturunan.

Tidak jarang ada pasangan - pasangan yang tidak ingin punya anak, dikarenakan tidak siap untuk menghadapi semua kerepotan saat membesarkan seorang anak baik dari segi mental, fisik, biaya, pengorbanan, dan lainnya.

Karena itu, bagi pasangan yang masih berkomitmen melestarikan keberlangsungan manusia, maka kualitas keturunan itu sangat penting bukan sekedar kuantitasnya.

Berikut adalah tulisan menarik, yang pertama kali saya baca saat saya lulus SMU, namun tetap terpatri dalam hati saya hingga sekarang.

Jika anak biasa hidup dicacat dan dicela, kelak ia akan terbiasa menyalahkan orang lain.
Jika anak terbiasa hidup dalam permusuhan, kelak ia akan terbiasa menentang dan melawan.
 
Jika anak biasa hidup dicekam ketakutan, kelak ia akan terbiasa merasa resah dan cemas.
Jika anak biasa hidup dikasihani, kelak ia akan terbiasa meratapi nasibnya sendiri. 
 
Jika anak biasa hidup diolok-olok, kelak ia akan terbiasa menjadi pemalu.
Jika anak biasa hidup dikelilingi perasaan iri, kelak ia akan terbiasa merasa bersalah.
 
Jika anak biasa hidup serba dimengerti dan dipahami, kelak ia akan terbiasa menjadi penyabar.
Jika anak biasa hidup diberi semangat dan dorongan, kelak ia akan terbiasa percaya diri.
 
Jika anak biasa hidup banyak dipuji, kelak ia akan terbiasa menghargai.
Jika anak biasa hidup tanpa banyak dipersalahkan, kelak ia akan terbiasa senang menjadi dirinya sendiri.
 
Jika anak biasa hidup mendapatkan pengakuan dari kiri kanan, kelak ia akan terbiasa menetapkan sasaran langkahnya.
Jika anak biasa hidup jujur, kelak ia akan terbiasa memilih kebenaran.
 
Jika anak biasa hidup diperlakukan adil, kelak ia akan terbiasa dengan keadilan.
Jika anak biasa hidup mengenyam rasa aman, kelak ia akan terbiasa percaya diri dan mempercayai orang-orang di sekitarnya.
 
Jika anak biasa hidup di tengah keramahtamahan, kelak ia akan terbiasa berpendirian : “Sungguh indah dunia ini !”
 
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
 
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri.
 
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
 
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

(Dorothy Law Nolte)

Apa yang perlu kita ingat dari tulisan Dorothy ini?
Bahwa anak dibentuk oleh lingkungan di mana ia dibesarkan.

Apa yang kita ajarkan, apa yang kita teladankan, apa yang kita tuangkan ke dalam pikiran dan jiwanya dari sejak dalam kandungan?

Kebaikan? Ketenangan? Kebijaksanaan?
Kemarahan? Kebencian? Kedengkian?

Anak sebagai bagian dari keluarga, otomatis menjadi bagian dari sebuah lingkungan, dan bagian dari sebuah bangsa.

Akan kita bawa ke mana negara ini, berawal dari apa yang kita ajarkan kepada anak - anak yang dititipkan kepada kita.

Apakah kita ingin bangsa bernama Indonesia ini semakin maju? Atau sebaliknya?

Semua berawal dari diri kita, keluarga kita.
Masa depan kita, masa depan bangsa ini, ditentukan oleh kita.